Selpius: Jika Auditorium dan GOR Tidak Diijinkan, Lapangan Pun Jadi
JAYAPURA- Meski pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III tinggal 2 hari lagi, namun dimana tempat akan dilaksanakan belum juga jelas. Ketua Panitia Kongres Rakyat Papua III Selpius Bobi mengungkapkan, ada kesan ada pihak menghalang halangi Pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III yang dipusatkan di Auditorium Uncen pada 16 Oktober mendatang. “Sampai Jumat( 14/10) kami belum mendapatkan ijin untuk menggunakan gedung Auditorium Uncen, padahal pemberitahuan dan surat sudah kami layangkan kepada pihak Uncen dalam hal ini Rektor Uncen, agar Gedung Auditorium dapat digunakan dalam Kongres nanti. Kata Selpius kepada Bintang Papua, Jumat( 14/10). Selain Auditorium, Panitia berencana gunakan GOR Cenderawasih Jayapura, namun sampai Jumat kemarin, Panitia belum juga mendapatkan ijin penggunaan GOR, demikian pula Auditorium Uncen. Menurut Selpius Bobi, Pantia Penyelenggara Kongres Rakyat Papua menilai telah ada permainan dan tekanan agar Auditorium Uncen maupun GOR tidak digunakan sebagai tempat Kongres. “ Namun kami tetap jalankan agenda Rakyat, meski tidak gunakan Auditorium atau GOR Kongres tetap jalan karena merupakan kemauan bersama seluruh rakyat Papua di Kampung kampung. Bila kedua tempat ini tak diijinkan, ada lapangan yang dapat digunakan, jadi tetap jalan, biar di lapangan,”, ungkapnya.
Selpius mengatakan, pihaknya sekarang masih menunggu STTP dari kepolisian. Terlepas dari ijin penggunaan gedung, sebenarnya ada agenda pokok yang dibicarakan dalam Kongres nanti yakni hak hak dasar rakyat Papua di Kampung kampung yang sampai kini masih diperkosa, diintimidasi , jadi rakyat Papua membicarakan sendiri apa yang mereka alami, apa yang akan dibuat setelah itu langkah langkah yang harus diambil dengan agenda kesepakatan terkait hak hak Dasarnya itu.
Dia menerangkan, bila banyak kalangan menilai kongres Papua III yang akan digelar tidak terlepas dari pembiayaan Pemerintah pusat atau Daerah, Selpius Bobi menanggapi seluruh proses terselenggaranya Kongres sepenuhnya dibiayai oleh rakyat Papua sendiri, dari transportasi, makanan, minuman semua dibiayai rakyat sendiri, semua punya tanggung jawab berkontribusi terhadap agenda Kongres, jadi semua komponen Rakya punya cara sendiri membiayai Kongres, himgga keterlibatannya dalam kongres nanti, ya, karena merupakan agenda rakyat yang penting.
Sementara itu Kongres aksi penolakan masih saja terjadi. Setelah sebelumnya Lambert Pekikir selaku Panglima TPN/OPM wilayah perbatasan RI-PNG dan Presidium Pemuda Peduli Rakyat (Pepera) menyatakan penolaksannya atas penyelenggaraan Kongres Papua III, menyusul Organisasi Massa Pancasila Sejati yang dipimpin Mantan Panglima TPN/OPM wilayah Genyem dan sekitarnya, Jefry Warisyu, juga menyatakan penolakan.
Hal itu disampaikan saat menggelar jumpa pers di Rumah Makan Maranli, Jumat (14/10). “Kongres Rakyat Papua hanya lelucon saja, permainan politik saja. Bukan yang sebenarnya. Dan orang-orang yang didatangkan dari tiap-tiap daerah seperti dari Sorong, Biak, Manokwari, Fak-Fak dan lain-lain, hanya diperalat, hanya dengan upah nasi bungkus dan uang rokok saja,” ungkap Jefry didampingi dua masyarakat asal Genyem, Phileps Waicang dan Paulus Yambeyabdi.
Dikatakan, Kongres tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk membujuk dan merayu Pemerintah Pusat. “Bahwa kongres rakyat Papua digelar dengan tujuan untuk mengamankan stabilitas politik atau ‘asal bapak senang’,” ungkapnya lagi.
Hal itu, menurutnya karena dalam kenyataannya masih ada separatis bersenjata di hutan Papua. Dan masih adanya separatis politik yang mengobok-obok roda pemerintahan,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, Kongres Papua III diadakan oleh orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan. “Sehingga kongres Rakyat Papua hanya sebuah alas an. Padahal semua itu hanya sebuah proyek untuk emncari keuntungan pribadi saja,” lanjutnya.
Menyikapi berbagai penolakan tersebut, Ketua Panitia Kongres Rakyat Papua III, Selpius Bobii mengatakan bahwa hal itu dilihatnya sebagai pandangan lepas, hanya karena belum memahami apa yang sesungguhnya sedang dikerjakannya.
“Agenda kongres ini kan bukan agendanya TPN/OPM, bukan agendanya PDP, bukan agendanya WPNA, bukan agendanya KNPB, bukan agendanya komponen-komponen tertentu. Ini agendanya bangsa, kalau bicara bangsa adalah bicara 273 suku. Kalau hari ini 273 suku katakan bahwa mereka bicara mau adakan kongres, tidak ada satupun yang mau gagalkan kongres,” tegasnya, saat dihubungi Bintang papua melalui telepon genggamnya tadi malam.
Dikatakan juga, penolakan tersebut merupakan irama dan bagian dari demokrasi. “Itu sebuah kekayaan. Tetapi harus memahami peran masing, tidak boleh baku ganggu, tidak boleh siku sana-sini. Tetapi memahami peran masing-masing, mari kita berjuang sesuai peran kita masing-masing demi menegakkan hak-hak dasar orang asli papua, termasuk hak politiknya,” jelasnya.
Ditegaskan bahwa yang penting dari 273 suku di Papua datang untuk agenda Kongres. “Dengan membiayai diri sendiri, bahkan termasuk membiayai panitia. Dan itu tidak ada pihak yang bisa gagalkan,” tegasnya.
Dikatakan juga, berbagai komentar yang makin menyudutkan panitia kongres, tidak akan menyurutkan niat panitia bersama masyarakat.
“Tidak akan melemahkan apa yang sesungguhnya masyarakat siapkan. Dan pengamanan sudah siap 4000 pengamanan, untuk pengamana kongres ini,” tegasnya.
Apabila ada pihak yang berupaya menggagalkan, ditegaskan bahwa pihaknya akan bongkar siapa dibalik upaya tersebut. “Untuk itu jaringan advokasi kami sudah siap dan sedang pantau ini. Dan kami akan mengungkap siapa yang akan bermain,” tegasnya lagi.
Terkait persiapannya, menurut Selpius Jumat (14/10) sudah 8000-9000 peserta dan penggembira yang dating. “Dan malam ini (Jumat malam) sekitar 5000 orang akan datang dengan kapal. Belum lagi dari Mamta (Mamberamo Tami),” ungkapnya.
Sedangkan masalah tempat penyelenggaraan kongres, hingga berita ini diturunkan belum dapat dipastikan. “Tempatnya antara Auditorium Uncen atau tempat lain di sekitar Abe dan Kotaraja. Pokoknya di satu tempat termasuk kemungkinan di tempat terbuka,” jelasnya.
Saat disinggung kemungkinan dilaksanakan di Lapangan Makam Theys di Sentani, dikatakan bahwa tempat tersebut adalah alternative terakhir. “Di Makam Theis, itu alternative yang paling terakhir,” jelasnya.
Untuk STTP (Surat tanda terima Pemberitahuan) dari kepolisian, dikatakan bahwa hal itu tidak ada maslaah, karena Pemerintah Pusat telah memebri lampu hijau. “Itu kalau Jakarta sudah oke, surat resmi Menkopolhukan sudah saya terima, mereka kirim lewat Fax. Sehingga Pangdam dan Kapolda tidak bisa tahan agenda ini,” jelasnya.
Ormas Pancasila Sejati Tolak Kongres PAPUA III
Organisasi Masyarakat Pancasila Sejati menolak pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III yang digelar 16 hingga 19 Oktober 2011 mendatang. Penolakan terhadap Kongres Rakyat Papua III merujuk dari pengalamanan pelaksanaan Kongres I dan II yang dianggap kelompok Masyarakat Pancasila ini tidak membawa perubahan melainkan Kongres yang digelar merupakan permainan Politik oknum oknum tertentu.
Penolakan terhadap Kongres Rakyat Papua III diungkapkan Jefri Warisyu bersama dua anggota Ormas Pancasila Sejati dalam jumpa persnya di Abepura, Jumat( 14/10) siang kemarin. Jefri Warisyu mengaku mewakili masyarakat Genyem. Dia mengatakan, Kongres Rakyat Papua III bukan kegiatan sebenarnya yang diinginkan masyarakat, apalgi dalam Kongres mendatangkan masyarakat dari Daerah seperti Sorong, Biak, Manokwari, Fak fak dan daerah lainnya di Papua. Kedatangan masyarakat dari daerah ini hanya diperalat dan jadi kuda Politik dengan upah nasi bungkus dan uang rokok, serta spion Politik dalam percaturan Politik.
Jefri Warisyu mempertanyakan, ada apa hingga kegiatan Kongres digelar menjelang Pemilukada, setiap lima tahun, ini berarti kongres rakyat Papua dimanfaatkan oleh orang orang tertentu untuk membujuk dan merayu Pemerintah Pusat, bahwa Kongres rakyat Papua bertujuan mengamankan stabilitas Politik, tetapi kenyataannya masih ada separatis bersenjata di rimba raya dan masih adanya separatis Politik yang mengobok obok roda Pemerintahan.
Ormas Pancasila Sejati mengusulkan, agar Kongres Rakyat Papua III yang digelar, sebaiknya diwujudkan dengan baik hingga tidak terkesan asal asalan, hingga jadi pekerjaan orang yang tak mempunyai Pekerjaan, hingga jadi sebuah alasan padahal semua itu hanya sebuah proyek untuk mencari keuntungan Pribadi. Menurut Jefri Warisyu dan kedua rekannya, pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III, dengan jelas ditolak, karena dinilai tidak menghasilkan sesuatu yang baik sesuai harapan rakyat Papua, hal ini bila dipandang dari sudut pandang Agama, belum dapat dikatakan baik, karena mustahil mendapatkan solusi yang baik, hanya pembodohan dan penipuan saja, ungkapnya.
KRP III Forum yang Penting Untuk Dilaksanakan
Kalay ada yang menolak, namu ada juga yang setjh Konres III dilaksanakan.
Anggota Presidium Dewan Papua yang juga Ketua Pilar Pelaku Sejarah Fred Suebu
mengatakan, Kongres Rakyat Papua (KRP) III merupakan sebuah forum yang sangat penting untuk dilaksanakan dimana forum ini menjadi salah satu ajang atau kesempatan untuk Papua membenahi diri. Dikatakan, menjelang KRP ini bisa terlihat banyak terjadi tarik ulur antara penyelenggaraannya.
“Sepertinya ada tarik menarik dimana ada yang setuju dan ada yang tidak setuju padahal moment ini merupakan moment yang penting,” ujarnya ketika menandangi Redaksi Bintang Papua Jumat sore (14/10).
Menurutnya, KRP III yang direncanakan diselenggarakan tanggal 16-19 Oktober 2011, persiapannya sudah dikerjakan secara maksimal oleh panitia penyelenggara sehingga diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Dimana jika dilihat sejak beberapa tahun yang silam, masalah Papua ini sudah diangkat hingga ke tingkat internasional.
“Solidaritas internasional sudah sangat tinggi terkait dengan penyelesaian masalah Papua sehingga Papua sendiri dan Negara Indonesia harus ambil bagian dalam hal ini,” imbuhnya.
Lanjutnya, dengan melihat tingginya solidaritas internasional, maka masyarakat Indonesia pun harus turut memberikan dukungan serta sumbangan. Hal ini harus dilakukan karena Indonesia merupakan salah satu anggota dekolonisasi PBB sehingga muncul solidaritas internasional.
“Selama ini, hingga KRP III tidak ada sosok yang berani muncul untuk menyelesaikan permasalahan Papua ini sehingga diharapkan dari Presiden hingga Menterinya dapat melihat masalah ini lebih serius lagi,” tukasnya.
Dituturkannya, selama 10 tahun ini tidak ada evaluasi dalam hal penyelesaian masalah Papua ini seharusnya setiap 5 tahun sekali, kongres ini harus dilaksanakan.
“Kongres ini penting untuk membenahi Papua jika memang ada anggota yang keluar atau meninggal dalam kepengurusan organisasi yang mengurusi persoalan khusus Papua di tingkat internasional,” tandasnya.
Selain itu, perlu juga adanya persiapan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang telah menyelenggarakan kongres ini sehingga ketika kongres ini dibahas ditingkat internasional maka ketika keputusannya muncul, Papua sudah bisa berjalan sebagaimana mestinya.
“Ketika tanggal 1 Desember 1961 sudah dideklarasikan sebuah kemerdekaan maka hal tersebut baru dinyatakan secara de facto saja sehingga pernyataan secara de jure harus bisa dicapai ketika pelaksanaan KRP III nantinya,” pungkasnya. (aj/ven/dee/don/l03)
Posting Komentar