Headlines News :
Home » , » Kongres Rakyat Papua III Diwarnai Bintang Kejora

Kongres Rakyat Papua III Diwarnai Bintang Kejora

Written By Unknown on Selasa, 25 Oktober 2011 | Selasa, Oktober 25, 2011



Selasa, 18 Oktober 2011 , 07:40:00

Forkorus: Menyuarakan Penutupan Freeport hanya Buang Waktu dan Tenaga

JAYAPURA – Kurang lebih lima ratusan warga Papua dari berbagai daerah Senin (17/10) kemarin memadati lapangan sepak bola Zakheus, tepatnya di belakang SMP Paulus, Padang Bulan, Abepura, Jayapura untuk mengikuti Kongres Rakyat Papua (KRP) III.
  Meski proses pembukaan berjalan lancar, namun sempat diwarnai pengibaran bendera Bintang Kejora yang dilakukan oleh para penari Sampari saat akan dilakukan pemukulan tifa sebelum prosesi ibadah pembukaan dimulai.
 Dari pantauan Cenderawasih Pos di lapangan, sepanjang jalan menuju tempat pelaksanaan KRP III ini dijaga ketat oleh pasukan penjaga tanah Papua (Petapa). Setiap peserta yang akan memasuki lapangan diperiksa secara ketat.
 Para Petapa itu menyuruh peserta mengeluarkan barang bawaannya dari dalam tas, tak terkecuali tas para wartawan juga diperiksa secara ketat. Sementara di lapangan tempat berlangsungnya kegiatan, ratusan peserta diarahkan memenuhi kursi yang sudah disiapkan.
 Acara ini diawali dengan ibadah pembukaan yang dipimpin oleh Yermias Dimara. Di tengah prosesi ibadah itu, para pimpinan dari 7 wilayah adat di Papua di antaranya  Tabi, Lapago, Mepago, Hananim, Saireri, Doberai, dan Bomberai,  serta Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yoboisembut diundang maju ke tengah lapangan. 
 Mereka diarahkan supaya mendoakan tanah Papua serta pemerintah Indonesia yang dinilai banyak membuat kesalahan di wilayah paling timur ini.
 “Marilah kita mendoakan  para leluhur kita yang berbuat salah. Kita doakan juga pemerintah Indonesia yang sudah banyak berbuat salah di Papua. Biarlah Tuhan mengampuni perbuatan mereka,” ujar Forkorus sembari mengajak peserta kongres berdoa.
 Dalam penutupan ibadah tersebut juga ditandai dengan peniupan 3 sangkakala yang dibawakan 3 orang mama yang dituakan. Hal ini sebagai pertanda bahwa pintu langit dan surga akan membuka tabir surya dan mendengar tiap jeritan dan permohonan rakyat Papua.
 Usai ibadah, dilanjutkan dengan pemukulan tifa oleh masing-masing tujuh wilayah adat Papua.  Sebelum pemukulan tifa, para penari Sampari dari Biak terlebih dahulu menari-nari untuk mengantarkan tifa yang akan dipukul oleh ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut dan para pimpinan wilayah adat lainnya. Pada saat mengantarkan tifa itulah, salah seorang dari rombongan penari itu mengibar-ngibarkan bendera Bintang Kejora yang diikat di sebuah kayu yang panjangnya kurang lebih 2 meter. Tak lama setelah itu, bendera Bintang Kejora itu pun kembali dikemas oleh para penari itu.
 Setelah pembukaan yang ditandai dengan pemukulan tifa, Ketua Panitia KRP III, Selpius Bobii langsung membacakan pidato pembukaan Kongres Rakyat Papua III. Ia mengatakan bahwa KRP III  ini merupakan sejarah dan pengalaman hidup masa lalu, menentukan masa kini. “Aktivitas hidup masa kini akan menentukan masa depan. Itulah hidup. Aktivitas hidup adalah sejarah. Sejarah adalah aktivitas. Orang yang beraktivitas sedang mengukur sejarah pribadi, golongan atau bangsa,” tuturnya.
 “KRP ini juga ditempatkan sebagai pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam hukum HAM negara dan pemerintah mempunyai kedudukan sebagai pemangku kewajiban yang diemban negara terdiri atas tiga bentuk yaitu menghormati, melindungi dan memenuhi dan KRP III ini merupakan bagian dari proses demokrasi di Indonesia dan itu dijamin oleh hukum internasional dan konstitusi negara Indonresia,”ungkapnya.
  Sementara itu, Ketua DAP Forkorus usai membuka KRP III mengungkapkan bahwa bangsa Papua tidak berjuang untuk merusak atau menghancurkan NKRI, tetapi berjuang menegakkan hak-hak dasar rakyat Papua, di antaranya hak politik, termasuk hak merdeka sebagai suatu bangsa. Dalam KRP III ini rakyat berkeinginan bahwa pemerintah dan negara-negara lain harus mengerti hal  tersebut. “Jika rakyat Papua menjunjung tinggi HAM dan  hukum internasional, maka KRP III ini jangan dianggap illegal. Kongres ini dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,” paparnya.
 Dikatakannya, KRP III ini mengagendakan pembicara –pembicara dari gubernur, DPRP, LSM, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh adat , namun tidak ada sesi tanya jawab. “Meraka hanya sampaikan saja, kemudian ada pandangan umum dari 7 wilayah dan juga dari fraksi-fraksi terutama dari PDP, Bepenal, TPN/OPM. Mereka akan memberikan pandangan mereka,” tuturnya.
 Setelah acara pembukaan yang berlangsung hingga hampir sore itu, KRP III tersebut akan dilanjutkan hari ini, Selasa (18/10), dengan agenda pemberian materi dari pembicara-pembicara yang telah dijadwalkan.
  Sementara itu, terkait aksi mogok yang dilakukan  karyawan PT Freeport Indonesia (FI) hingga mengakibatkan beberapa karyawan tewas dan berlanjut dengan aksi rusuh dan sebagian massa meminta untuk dilakukan penutupan perusahaan raksasa tersebut di Timika, menurut Forkorus, hal ini sama sekali tidak dibahas di dalam KRP III yang berlangsung hingga 19 Oktober mendatang.
 Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yoboisembut mengungkapkan dalam agenda KRP III kali ini berbicara tentang kemerdekaan rakyat Papua dan untuk PTFI tidak dibicarakan, karena ketika berbicara PTFI maka mau dibawa ke mana proses hukumnya, yang mana dirinya masih trauma dengan kasus pembununuhan yang terjadi di depan matanya pada tanggal 9 Agustus 2008 di Hari Ulang Tahun Internasional Day Masyarakat Pribumi sedunia, yang mana masalah tersebut hingga saat ini belum tuntas.
 "Apa yang terjadi di PTFI tentang pembunuhan tidak akan pernah tuntas sehingga untuk menyuarakan penutupan PTFI hanyalah sia-sia, untuk itu mendingan rakyat Papua menunggu Papua merdeka dulu baru kemudian kita bersama-sama urus PTFI, karena hukum tidak akan pernah memihak kepada rakyat Papua dan ini memang tidak adil," tegasnya
 Forkorus juga menjelaskan hanya membuang-buang waktu dan tenaga jika tiap hari hanya menyuarakan penutupan PTFI. Hal ini dikarenakan ketika DAP ingin menyelesaikan PTFI dengan jalan adat, DAP pernah terbang ke Jakarta dan hendak bertemu dengan Mufet dan Menteri Pertahanan dan Keamanan, namun sama sekali tidak dipertemukan dengan alasan tidak terjadwalkan. Kemudian DAP mencoba kembali dengan jalan berbicara dengan Kepala BP Migas dan Menteri Pertambangan untuk berbicara tentang hak-hak adat rakyat Papua,  namun yang diterima hanyalah marah-marah oleh stafnya.
 Terkait TNI/Polri yang bertugas di Timika, Forkorus meminta sebaiknya mereka ditarik saja, karena ini merupakan proyek mereka. “Jika mereka ditarik dan biarkan DAP yang mengaturnya, maka situasi di sana akan damai," tegas Forkorus.
 Sementara itu, dari pantauan Cenderawasih Pos di luar pelaksaan KRP III tampak sejumlah aparat keamanan berjaga-jaga bahkan arus kendaraan dari arah Waena menuju Abepura dan sebaliknya tampak mengalami kemacetan, namun bisa dikendalikan oleh anggota Satuan Lalu Lintas Polsek Abepura Kota.
 Selain itu, sebelum dibukanya KRP III tampak sejumlah peserta dari berbagai daerah yang hendak menuju lokasi KRP III dengan berjalan kaki dari arah lingkaran Abepura menuju lokasi sambil bernyanyi dan membawa spanduk. Akibatnya arus kendaraan sekitar pukul 08.30 WIT sempat mengalami kemacetan.
  Sedangkan dari pantauan di luar gerbang lokasi KRP III, tampak ratusan lebih peserta ditambah masyarakat yang ingin menyaksikan pembukaan KRP III dan itu bisa terlihat ketika rombongan peserta dan massa yang ingin masuk melalui pintu gerbang lokasi sangat padat.
 Aparat keamanan gabungan sebanyak 2.200 personel sebagaimana yang telah disiagakan tampak telah ditempatkan di sejumlah titik-titik yang dianggap rawan, dan di lokasi KRP III hanya dijaga oleh Penjaga Tanah Papua alias Petapa. (ado/nal/fud)
Share this post :

Posting Komentar