Thaha Alhamid: Momen 1 Juli Berhasil Membuka Mata Dunia
JAYAPURA - Terkait klaim Koordinator OPM Lambert Pekikir yang berencana akan melakukan pengibaran bendera bintang kejora selama 3 hari berturut-turut pada 1 Juli mendatang, saat peringatan HUT TPN OPM, Presidium Dewan Papua meminta untuk tidak menodai momen bersejarah tersebut, dengan aksi terror yang menciptakan rasa takut di tengah-tengah masyarakat.
‘’Terlepas dari pro kontra, dalam sejarah bangsa Papua, 1 Juli memang merupakan salah satu tonggak penting, dimana, saat itulah dinyatakan kemerdekaan bangsa Papua dan berhasil membuka mata dunia. Untuk itu, seyogyanya momentum penting tersebut jangan dinodai dengan tindakan terror yang akan menghilangkan makna sejati 1 Juli,’’tandas Thaha Alhamid Sekjen PDP melalui pesan singkatnya, Kmais 28 Juni.
Lanjut Thaha, semua pihak pasti mengetahui momentum bersejarah tersebut, bahkan juga Lambert Pekikir, sehingga nilai sejatinya harus tetap dijaga tanpa pernah mengotorinya dengan aksi teror dan kekerasan . “Saudaraku Lamberth Pekikir cs, faham betul pandangan itu, serta wajib menjaga dan tidak menodainya. Jangan sampai, makna 1 Juli kemudian berubah menjadi hari yang kelam, hari yang penuh kekerasan dan darah,’’tegasnya.
Pada masa itu, momentum tersebut adalah peristiwa politik yang sah, dan bila sekarang ingin diperingati, sebaiknya dengan cara yang damai dan bermartabat. ‘’ Sekarang, jika moment itu hendak diperingati, maka harusnya diletakkan dalam sebuah kesadaran politik (dialogis) , bukan kesadaran militer (angkat senjata/perang). Sekali lagi saya berharap, Jangan kotori kesadaran politik dengan kekerasan dan darah,’’tukas dia. Thaha Alhamid menjelaskan, pernyataan kemerdekan 1 Juli berhasil membuka mata dunia tentang dua hal, bahwa Papua tidak menerima keputusan PBB tentang Penentuan Pendapat Rakyat serta menolak seluruh proses politik yang terjadi terkait penentuan nasib Papua pada saat itu. ‘’ Ada dua hal yang timbul saat pernyataan kemedekaan di dengungkan yakni, (1). Orang Papua, tidak terima Keputusan politikPBB tentang Pepera dan menolak seluruh proses politik termasuk resolusi 2504 yang nyata tidak melibatkan orang Papua sebagai subyek. Padahal object sengketa adalah Papua. (2). Orang Papua memiliki kehendak lain yang berbeda dengan keputusan politik itu. Momentum 1 Juli menjadi penting karena diungkapkan sebagai reaksi nasional pertama sesudah Sidang Umum PBB, tahun 1969 yg mensahkan Papua masuk Indonesia,’’jelasnya.
Thaha melanjutkan, dalam menyikapi 1 Juli, aparat keamanan juga sebaiknya mengedepankan langkah persuasive dan bukan dengan kekerasan atau represif. “Aparat keamanan sebaiknya menyikapi 1 Juli ini dengan langkah persuasif. Kedepankan upaya Trushbuilding yang lebih teduh, bukan pendekatan operasi tumpas,’’ucapnya.
Ia menyatakan, masyarakat Papua dan lebih khusus Jayapura sudah lelah dan jenuh hidup dalam situasi yang menakutkan. ”Saya percaya, seluruh rakyat, apalagi yang berada di Jayapura tentu sudah letih hidup dalam situasa teror yang menakutkan,’’imbuhnya. Dan Thaha menyakini, hanya melalui jalan damai yang bermartabat berupa dialog konstruktif menyelesaikan seluruh persoalan Papua. “ Solusi politik untuk menjernihkan realita sejarah masa lalu, haruslah lewat jalan damai, yakni dialog. Kekerasan cuma akan melahir luka dan kekerasan baru. Jadi, stop kekerasan dan mari berdialog,’’ajaknya
Posting Komentar