Headlines News :
Home » , » Represif dan brutal Aparat TNI / POLRI membubarkan kongres rakyat papua III Pimpinan dan 300 orang Peserta Kongres Rakyat Papua Ditangka

Represif dan brutal Aparat TNI / POLRI membubarkan kongres rakyat papua III Pimpinan dan 300 orang Peserta Kongres Rakyat Papua Ditangka

Written By Unknown on Jumat, 21 Oktober 2011 | Jumat, Oktober 21, 2011


Forkorus Yaboisembut,S.Pd (Presiden
JAYAPURA - Aparat gabungan dari TNI/Polri terpaksa membubarkan Kongres Rakyat Papua (KRP) III yang berlangsung di lapangan sepak bola Zakheus Padang Bulan, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (19/10) sekitar pukul 15.30 WIT.
Pembubaran paksa oleh aparat gabungan tersebut setelah KRP III itu menghasilkan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam bentuk deklarasi negara baru yaitu Federasi Papua Barat, bahkan telah menyusun pemerintahan dengan menunjuk Forkorus Yaboisembut,S.Pd sebagai Presiden dan Edison Waromy, SH sebagai Perdana Menteri.

 Sebelum dibubarkan, pelaksanaan KRP III berlangsung aman dan tertib. Dalam pelaksanaan tersebut terjadi proses negosiasi pemilihan presiden dan perdana menteri. Setelah kesepakatan disetujui, maka sejumlah pernyataan sikap lewat deklarasi akhirnya diumumkan dan menyatakan Forkorus Yaboisembut, S.Pd sebagai Presiden dan Edison Waromy, SH sebagai Perdana Menteri.

Selfius Bobii selaku Ketua Panitia KRP III dalam keterangan persnya mengatakan bahwa rakyat Papua melalui KRP III telah mendeklarasikan kembali deklarasi yang pernah dinyatakan oleh Komite Nasional Papua tanggal 19 Oktober 1961.

 "Jadi tepat saat ini genap 50 tahun bangsa Papua mengembara dan hari ini bangsa Papua menyatakan kami mau mengembalikan surga dunia yang hilang, bahkan kami ingin mengembalikan kedamaian yang pernah hilang," jelasnya.
Ditegaskannya, komitmen bangsa Papua sudah bulat saat ini dan rakyat sendiri yang membiayai sendiri dari kampung-kampung. "KRP III ini adalah murni dibiayai oleh rakyat sendiri, dengan demikian keputusan yang keluar hari ini adalah murni rakyat bangsa Papua oleh karena itu melalui KRP III menyatakan bahwa hari ini (kemarin,red) kami telah berdaulat," koarnya.
Dalam upaya itu, pihaknya akan menempuh jalur politik dan jalur hukum. Untuk itu, melalui KRP III pihaknya akan merekomendasikan International Perlementarians for West Papua (IPWP) dan International Lawyers for West Papua (ILWP) untuk mengawal proses ini di dunia internasional.
Selain itu, pihaknya juga akan mendaftarkan komisi dekolonikasi supaya proses ini berjalan dan dalam dua tahun ke depan PBB mengakui kedaulatan bangsa Papua. Bahkan pihaknya juga meminta kepada pihak-pihak internasional dan negara netral bahwa bangsa Papua telah siap berunding.
Oleh karena itu, semua pihak termasuk TNI/Polri, TPN-OPM menahan diri karena negara baru dikembalikan yaitu negara bangsa Papua siap untuk bernegosiasi, sehingga pihaknya meminta kepada Amerika Serikat dan negara netral untuk memediasi karena pihaknya telah siap berunding.
Peserta KRP III di tangkap dan di interogasi
 Ditanya soal tindak lanjut dari deklarasi keputusan hasil KRP III, Selfius Bobii menambahkan, tentunya secara resmi pihaknya akan menyerahkan kepada Pemerintah Indonesia kemudian ke dunia internasional supaya proses hukum bisa berjalan melalui gugatan aneksasi dan proses hukum.
Sementara Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut,S.Pd mengungkapkan bahwa kegiatan ini adalah kelanjutan proses KRP I dan II, bahkan ini genap 50 tahun emas pelaksanaan KRP III.
Diakuinya, perbedaan pada KRP I hanya mengeluarkan manifes kebangsaan, sementara untuk KRP II hanya beberapa rekomendasi dan agenda, sedangkan yang terjadi di KRP III memutuskan kelengkapan negara Papua yang belum pernah diputuskan pada KRP I dan II.
 "Hari ini kami nyatakan mengambil kembali kedaulatan yang dianeksasi secara sah dan defacto. Yang terjadi tahun ini ada konstitusi yang sudah disahkan dan perangkat negara federal bangsa Papua Barat, kemudian ada pemerintahan, mata uangnya dan deklarasi yang disahkan," katanya yang diangkat sebagai presiden lewat KRP III ini.
Selanjutnya untuk proses ke depan, pihaknya tidak akan menabrak tembok dan akan menempuh proses hukum, oleh karena itu akan diadakan rekomendasi kepada ILWP dan IPWP sebagai advokat independen untuk mengadvokasi ke negera-negara pendukung.
Selain itu, pihaknya akan mengedepankan dialog atau perundingan dengan Indonesia sehingga pihaknya menginginkan kerjasama yang baik sebagai negara merdeka dan berdaulat. "Kita akan membangun kerjasama yang baik sebagai dua negara merdeka dan berdaulat," tukasnya.
Senada dengan itu, Edison Waromy, SH menjelaskan, berkenaan dengan lahirnya negara baru, maka Indonesia telah memberikan ruang gerak di Papua. Selain itu, dengan adanya hasil KRP III ini merupakan kemenangan dari demokrasi di Papua dan Indonesa, karena ruang demokrasi dibuka. "Jakarta jangan menganggap kami sebagai separatis tapi adalah sebuah bangsa dan negara yang sejajar karena syarat berdiri negara adalah adanya pemerintahan," ucapnya.

 Sementara itu, Kapolres Jayapura Kota, AKBP. H. Imam Setiawan,SIK menjelaskan bahwa pembubaran paksa KRP III dan penangkapan tokoh maupun peserta KRP itu itu karena KRP tersebut sebagai proses pelanggaran hukum yang mengakui adanya negara di atas negara sah.

"Yang ditangkap antara lain Forkorus Yaboisembut (presiden), Edison Waromy (perdana menteri), Selfius Bobii (ketua panitia), Dominikus Surabut dan 300 orang peserta," paparnya.
Aparat militer (TNI/POLRI) malakukan pembubaran ditambah penangkapan sejumlah orang hingga 300 orang lebih," tegasnya.

2 Mayat warga di angkut
 Pada aksi brutal ini dua orang warga papua ditemukan telah tewas diduga terkena sebanyak  butir peluru tajam polisi saat pembubaran paksa Kongres Rakyat Papua III di Lapangan Sepak Bola Zakeus, Padang Bulan, Abepura, Jayapura, Rabu, 19 Oktober 2011.
Korban atas nama Melkias Kadepa ditemukan sekitar pukul 16.00 WIT sore di perkebunan belakang Markas Komando Resor Militer Jayapura sekitar 300 meter dari lakasi kogres. “Korban laki-laki dewasa. Dia meninggal diduga ditembak
Mayat tersebut telah ditaruh dalam mobil mayat dengan nomer polisi DS 5665 ACP ada pukul 10.45 WIT kembali  mayat seorang warga ditemukan, hanya memakai celana dalam, sedangkan baju biru ditemukan tak jauh dari posisi  mayatnya. Mayat tersebut juga dimasukkan ke dalam mobil yang sama.

Sementara puluhan orang masih mengungsi di hutan belakang Sekolah Tinggi Filsafat Fajar Timur, Padang Bulan,” kata Matius Murib, Wakil Ketua Komnas HAM Papua, Kamis, 20 Oktober 2011.
Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) papua menyesalkan pendekatan represif kepolisian yang membubarkan kongres dan menimbulkan korban. “Polisi tidak menggunakan pendekatan persuasif dan dialogis, sengaja memilih jalan kekerasan. Presiden SBY harus segera membuka ruang dialog pada masyarakat Papua,” ujarnya.

Kongres tersebut mendeklarasikan Negara Demokratik Papua Barat. Presiden masa transisi adalah Ketua Dewan Adat Papua, Forkorus Yeboisembut, dan Perdana Menteri Edison Waromi. Keduanya orang pertama yang ditangkap polisi usai penutupan Kongres Rakyat Papua III dari 17 hingga 19 Oktober 2011 di Padang Bulan, Abepura.
“Forkorus sempat bersembunyi di Biara Fransiskan. Saat polisi menutup arena kongres, ia lari bersama Dominukus Sirabut dan beberapa orang pasukan Penjaga Tanah Papua. Polisi menyisir area dan mendapatnya. Dia langsung dipukul dan diseret ke tengah lapangan kongres,” kata saksi, AR, seorang biarawan di Biara Fransiskan.

Di lapangan, Forkorus dimaki-maki polisi. Beberapa saat setelah itu, ia dinaikkan ke truk polisi. “Jadi, bukan mau naik mobil baru dia ditangkap, tapi Forkorus ditangkap saat bersembunyi di Biara Fransiskan dengan beberapa Petapa yang melindunginya. Polisi bilang, ini ya Presiden Papua, bodoh kamu,” kata saksi lain, AH.

Pemukulan terhadap peserta kongres selang beberapa menit setelah upacara penutupan di Lapangan Sepak Bola Zakeus. Saat menari dan bersalam-salaman, polisi menyeruduk masuk dan memukul dengan rotan. “Ada juga yang diinjak. Saya kurang tahu alasan mengapa polisi masuk dan memukul,” kata Tonggap, aktivis Papua.

Komnas HAM sudah jauh hari memperingatkan polisi untuk tidak menempuh jalan kekerasan dalam membubarkan kongres. “Tapi tetap saja ada alasannya. Ini bentuk kesengajaan. Mengapa tidak dari hari pertama saja saat pengibaran Bintang Kejora mereka ditangkap? Kenapa menunggu sampai hari terakhir hingga ada korban?” ujar Murib.
By, Turius wenda

Share this post :

Posting Komentar