Papua Merdeka dan ‘Politik Dua Kaki’ Amerika
OPINI | 24 April 2012 | 08:17 Dibaca: 476 Komentar: 12 2 dari 2 Kompasianer menilai aktualPerkembangan gejolak Papua saat ini, khususnya yang berkaitan dengan peluncuran International Lawyer for West Papua (ILWP) serta kaukus parlemen untuk mendukung pemisahan Papua dari NKRI (IPWP) di beberapa negara Eropa dan Asia Pasifik, tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Apalagi, Amerika Serikat (AS) yang kita ketahui sejak awal telah memainkan peran sangat menentukan di forum-forum internasional untuk mendukung integrasi Papua ke dalam NKRI, kini mulai berubah, ibarat berdiri di dua kaki.
Pada kaki yang satu, AS tampak mendukung penuh kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) yang diberlakukan di Tanah Papua, namun pada kaki yang lain AS diam-diam menjalin persekutuan dengan negara-negara seperti Inggris, Australia, Belanda yang mendukung separatisme di Papua. Salah satu buktinya, adalah AS telah memberikan ruang gerak kepada para aktivis pendukung Papua merdeka (pro-M) seperti Herman Wainggai yang saat ini telah menetap di AS. Negara yang sangat ketat soal kedatangan orang asing itu telah menampung Herman Wanggai dkk entah dengan jenis visa apa.
Herman sebelumnya tinggal di Australia. Kita ingat peristiwa tahun 2008 lalu ketika Herman berhasil menyelundupkan 28 orang Papua (termasuk anak-anak) ke Pulau Christmas, Australia untuk meminta suaka politik ke negara kanguru itu.
Setelah sukses membentuk sel di Australia, dan berhasil mendorong Partai Hijau untuk menjadi tuan rumah peluncuran IPWP Asia Pasifik pada Februari 2012 yang lalu, Herman dkk coba merambah ke negeri Paman Sam. Hasilnya, dengan dukungan Benny Wenda dari Inggris dan Oridek AP dari Belanda, ILWP pun berhasil diluncurkan di negeri Paman Sam.
Telunjuk Hillary
Inikah maksud Hillary Clinton (Menlu AS) yang pada November tahun lalu di Hawai (sebagaimana dilansir AFP 11/11/2011) mengatakan bahwa Pemerintah AS telah khawatir atas kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua, sehingga pihaknya akan mendorong adanya dialog dan reformasi politik berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan legal rakyat Papua ?
Ini pulakah missi AS menempatkan pangkalan militernya di Darwin, agar bersama Australia bisa mengontrol perkembangan gerakan separatisme di Papua? Artinya, jika gerakan itu semakin besar dan membuat masa depan Freeport terancam, maka politik cari amanpun segera dimainkan dengan berlindung di balik HAM.
Ternyata, politik luar negeri AS adalah politik ‘cari aman’, sekaligus politik cari makan. Demi kelangsungan hidup Freeport di Tanah Papua, Act of Free Choice di Papua bisa dilakukan berkali-kali. Maka orang Papua harus bersiap untuk melakukan PEPERA sekali lagi. Bahkan mungkin akan ada PEPERA-I (tahun 1969), PEPERA-II (2014 ?), PEPERA-III dan seterusnya…hingga emas dan tembaga di perut bumi Cendrawasih habis dikeruk.
Perkara sudah ada Resolusi Majelis Umum PBB IV No.2504 tanggal 19 November 1969 yang mengesahkan hasil PEPERA (I-?), kalau AS mau, tinggal diamandemen. Toh sudah ada ILWP di AS, tinggal menunggu komando saja.
Posting Komentar